Menulis itu penting bagi kita. Atau bahkan sangat penting. Karena dengan menulis kita mengasah kemampuan untuk selalu berpikir. Menggali ide, mencari solusi pemecahan masalah, membiasakan mengolah imajinasi, mengajak orang lain berpikir serta yang terpenting menulis adalah manifestasi syukur kita.
Banyak dalam ayat Al-Quran yang konteksnya merangsang otak kita selalu berpikir. Afala ta’qilun, afala tatafakkarun, afala yatadzakkarun, dan masih ada beberapa ayat yang mirip seperti itu. Allah telah memberi kita anugerah akal budi yang harusnya disyukuri dengan selalu berpikir.
Ada sebuah anekdot, katanya jika otak manusia dilelang maka yang paling mahal adalah otak orang Indonesia dan yang paling murah adalah otak orang Jerman. Lo.. ko' bisa? Ternyata alasannya otak orang Indonesia masih baru, sedangkan otak orang Jerman sudah second. (Jangan anggap serius, ini cuma intermeso).
Kenyataannya, para penemu teknologi peradaban manusia diklaim banyak yang berkebangsaan Jerman yang menetap di USA. Mereka adalah para pemikir “Thinker” yang umurnya habis hanya digunakan untuk melakukan riset ilmiah. Ada kebiasaan yang hampir sama yang dilakukan para pemikir. Mereka suka membaca, membuat catatan-catatan dan menggagas ide yang belum terpikirkan orang lain. Para ilmuwan, pemikir dan orang-orang hebat memiliki kebiasaan menulis. Mereka selalu memiliki buku catatan. Dokumen tulis itulah yang berperan penting dalam keberhasilan mereka. Mereka adalah kumpulan orang senang melakukan observasi dan sering sekali menemukan ide-ide baru, buku catatan membantu mereka untuk mendokumentasikannya. Sebagai contoh, konon Thomas Alfa Edison meninggalkan lebih dari 3.500 buku catatan (menurut sebuah artikel ilmiah).
Menulis selalu dimulai dari proses berpikir. Sesederhana apapun sebuah tulisan tidak akan terwujud tanpa sebuah perenungan. Penulis pasti seorang pemikir. Pemikir dalam arti positif, berdaya guna bukan semata orang yang terus berpikir. Karena melamun dan menghayal pun juga berpikir, sebagai akibat otak tak pernah berhenti ketika kita sedang terjaga. Namun jelas ada perbedaan yang mendasar antara berpikir sistematis dengan sekadar berpikir. Sudah pasti, memikirkan sebuah ide kemudian menjadi sebuah narasi akan lebih bermanfaat dibandingkan dengan orang yang sedang susah memikirkan hutang. Karena hutang sebenarnya tidak perlu dipikir. Namun harus segera dibayar. (sekadar contoh, hiks...).
Mantabbb....
BalasHapusSelalu berprosesbterus...
Matur suwun pak mek....sebuah proses
BalasHapus