Sebuah nasihat dalam Peribahasa, “Siapa yang menanam, dia yang akan menuai”. Maksudnya, jika seseorang berbuat kebaikan, maka ia akan menuai (memperoleh) kebaikan pula. Sebaliknya jika seseorang memiliki perilaku jelek, maka ia akan menuai hasil yang jelek pula. Memang begitulah “rumus” kehidupan. Semua akan kembali pada diri kita. Bila ada orang yang bersikap baik pada kita, itu hakikatnya adalah kebaikan yang sudah kita tanam sejak lama. Sebaliknya bila ada orang yang bersikap buruk pada kita, jangan-jangan itu adalah buah dari keburukan kita sendiri.
Jangan berharap padi yang tumbuh, bila rumput yang kita semai selama ini. Jangan berharap kebaikan yang kita dapat, bila kebusukan sifat yang kita sebar selama ini. Bila ingin orang lain baik pada kita, perbaiki dulu sikap kita pada orang. Bila kita ingin dihargai orang, janganlah merendahkan martabat orang lain.
Filosofi menanam kebaikan seperti menanam bunga. Tanamlah bunga, maka kupu-kupu akan datang sendiri dan membentangkan sayap-sayapnya yang indah. Bahkan bukan hanya kupu-kupu yang datang, tetapi kawanan yang lain juga datang: lebah, capung, kumbang madu dan lainnya, juga akan datang menambah warna-warni keindahan bunga yang kita tanam.
Sepanjang hidup tugas kita memang hanya terus menanam. Dalam istilah Jawa “nandur”. Tidak usah berharap panen yang akan diterima, tapi berharaplah selalu bisa nandur segala yang baik-baik. Karena semua yang kita tanam pasti akan kita panen, meski tidak semuanya kita panen di kehidupan fana ini.
Ramadhan adalah musim “menanam”. Karena apa yang kita tanam akan tumbuh berkembang dengan subur. Menanam kebaikan di bulan suci ini akan berlipat-lipat buah yang bisa dipetik di kehidupan kita yang abadi nanti. Selamat menanam kebaikan, nandur kebecikan sebanyak-banyaknya. Jangan sampai kita menyesal, ketika banyak yang memetik manisnya buah kebaikan amal, kita sedih meratapi diri, akibat tidak gemar menanam.
Mari menanam
BalasHapusIya Prof. Terima Kasih
BalasHapus