Idulfitri bagi umat Islam adalah hari raya atau hari besar. Maknanya hari yang dirayakan untuk memperingati sesuatu yang penting. Lazimnya kita merayakan Idulfitri dengan ucapan memberi selamat. Dan pasti ada tambahan mohon maaf lahir dan batin.
Bila kita renungkan sebenarnya apa yang layak kita rayakan setiap menyambut Idulfitri. Apakah merayakan karena telah selesai menjalankan ibadah puasa?. Atau merayakan telah habis kewajiban berat yang harus kita kerjakan?. Biasanya kita sering mendengar ungkapan, menang melawan hawa nafsu. Apakah itu yang dirayakan?
Dalam sebuah hadits disebutkan. (Seperti diceritakan Aisyah): Abu Bakar masuk setelah aku dan ada dua gadis Ansar bersamaku sedang bernyanyi tentang Hari Bu'ath. Aisyah berkata, "Mereka bukan penyanyi." Abu Bakar kemudian berkata, "Ada alat setan di rumah Rasulullah SAW?" Saat itu adalah Idulfitri dan Rasulullah SAW berkata, "Ya Abu Bakar, tiap orang punya festival dan ini adalah perayaan kita." (HR Ibnu Majah).
Hadits tersebut menjelaskan kepada kita, bahwa merayakan Idulfitri sebenarnya boleh bila dirayakan dalam kadar dan cara yang tidak berlebihan. Seperti apa yang ditradisikan masyarakat kita dalam merayakan Idulfitri. Merias atau merapikan rumah, membeli baju baru dan menyiapkan hidangan untuk tamu yang akan berkunjung.
Yang mungkin tidak relevan adalah merayakan Idulfitri dengan cara hura-hura dan berlebihan. Kita ambil contoh, merayakan Idulfitri dengan pesta kembang api atau main petasan. Jelas dua hal itu adalah perbuatan mubadzir yang tidak memiliki manfaat sedikitpun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar