Entah bagaimana dulu awalnya budaya petasan dikenal masyarakat kita. Yang pasti tradisi main petasan amat lekat dengan masyarakat kita ketika bulan Ramadan ataupun perayaan hari besar seperti pergantian tahun. Padahal sudah tidak terhitung lagi banyaknya korban dari main petasan. Korban ringan, berat hingga meninggal dunia sudah tak terhitung jumlahnya, namun tetap saja, banyak yang tidak jera main petasan.
Bila kita membaca literatur (Wikipedia), sejarah petasan bermula dari Tiongkok. Sekitar abad ke-9, seorang juru masak secara tak sengaja mencampur tiga bahan bubuk hitam (black powder) yakni garam peter atau kalium nitrat, belerang (sulfur), dan arang dari kayu (charcoal) yang berasal dari dapurnya. Ternyata campuran ketiga bahan itu mudah terbakar. Jika ketiga bahan tersebut dimasukan ke dalam sepotong bambu yang ada sumbunya yang lalu dibakar, bambu tersebut akan meletus dan mengeluarkan suara ledakan keras yang dipercaya dapat mengusir roh jahat. Dalam perkembangannya, petasan jenis ini dipercaya dipakai juga dalam perayaan pernikahan, kemenangan perang, peristiwa gerhana bulan, dan upacara-upacara keagamaan. Tradisi petasan lalu menyebar ke seluruh pelosok dunia.
Pada awalnya tentu petasan tidak menimbulkan bahaya karena dibuat dalam ukuran kecil yang daya ledaknya rendah. Namun dalam perkembangannya, saat kita sering menjumpai orang membuat petasan dengan ukuran jumbo yang daya ledaknya mirip bom kategori “low eksplosif”.
Mengutip dari media online. Dua orang kakak beradik di Ponorogo tewas terkena ledakan petasan, Selasa (27/4/2021) malam. Dua korban ini tewas saat sedang merakit petasan di lantai dua rumahnya. Besarnya ledakan membuat kedua korban terlempar dari lantai dua ke rumah tetangga dan pekarangan. Sementara bangunan rumah dua lantai hancur dan nyaris roboh. Sementara sebelumnya kejadian ledakan serupa terjadi di Dusun Gempol, Desa Karangpakis, Kecamatan Kabuh, Jombang pada Kamis malam, 15 April 2021. Ledakan terjadi pada saat warga sedang menjalankan shalat tarawih. Dua orang menjadi korban ledakan petasan. Keduanya kemudian dilarikan ke RSUD Jombang menggunakan mobil pikap. Namun nahas nyawa salah satu korban tidak tertolong.
Apa sebenarnya manfaat petasan?. Kita tentu akan sulit menyebutkan, meski cuma satu saja. Apakah kita harus menyaksikan korban-korban terus berjatuhan karena sebuah kecerobohan atas nama tradisi. Padahal pihak berwenang telah tegas melarang industri petasan. Namun tetap saja masyarakat abai dan terus melestarikan tradisi petasan. Tradisi yang sebenarnya mengundang mala-petaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar