Bagai di sebuah persimpangan, saat ragu harus memilih jalan mana yang harus ditempuh. Kedua pilihan ujungnya tidak diketahui. Begitu saya mengumpamakan situasi yang dihadapi pemerintah saat ini. Disaat PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) sudah berakhir, sebenarnya pemerintah gamang untuk memilih melanjutkan atau menghentikan PPKM.
Laju penyebaran virus (pandemi) menurut kajian tim ahli pemerintah bisa ditekan dengan solusi PKKM, namun di sisi lain banyak kalangan masyarakat kecil “menjerit” karena kesulitan memenuhi kebutuhan ekonomi bila ruang geraknya dibatasi. Sementara bantuan dari pemerintah juga belum sampai ke rumah mereka, tentu ini sangat memberatkan dan menambah sulit kondisi yang sebenarnya sudah sulit.
Di saat negara lain sudah mulai “merdeka” dari cengkeraman pandemi, kita justru mengalami fase peningkatan yang signifikan. Sesuai data resmi pemerintah, katanya saat ini negara kita adalah peringkat pertama jumlah pasien positif harian. Ini pasti menjadi tekanan (beban) berat bagi tim pengendali pandemi.
Masih segar ingatan kita Piala Eropa yang baru berakhir dua pekan kemarin. Kita bisa menyaksikan kehidupan yang berangsur normal di Eropa. Orang-orang sudah mulai melepas masker, tidak lagi menjaga jarak dan bisa nonton langsung sepak bola di stadion. Puncaknya pada partai final di Wembley Stadion, kapasitas kursi penonton hampir terisi penuh.
Memang tidak serta merta kendala yang dihadapi pemerintah dalam penanganan pandemi sama. Sistem yang dipakai di Eropa tidak pasti sesuai bila diterapkan di negeri kita. Secara geografis berbeda, budaya dan tingkat pengetahuan warganya tentu sudah jauh berbeda. Dan bila kita lihat dari jumlah penduduk, Negara-negara Eropa jauh lebih sedikit dibanding dengan penduduk Indonesia. Tentu mengurus orang sedikit dengan wilayah yang tidak terlalu luas, akan lebih mudah daripada mengurus penduduk yang banyak dan tersebar dalam wilayah yang sangat luas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar