Menulis adalah cara terindah menuangkan pikiran-pikiran untuk mendialogkan beragam bentuk keagungan Tuhan kepda khalayak. Karena sejatinya kemauan untuk menulis saja itu sudah bentuk kasih sayang Tuhan. Tanpa kasih sayang-Nya tidak mungkin tergerak untuk menulis. Oleh karena itu, pada dasarnya menulis adalah bagian dari wujud hidayah dan kasih sayang terhadap hamba-Nya. (Dikutip dari Melangitkan Doa, Syarah Renungan Transformatif Rektor UIN SATU Tulungagung).
Penulis mungkin tidak selalu mendapatkan
“reward” dari apa yang ditulisnya. Tidak pula mendapat imbalan dari setiap kata
yang ditulisnya. Tapi yang pasti, dalam aktivitas menulis ada harapan mendapat
keberkahan dalam hidup. Berkah karena ilmunya bermanfaat, berkah karena setiap
waktu yang dia abdikan dalam menulis membawa kebaikan, meskipun hanya kebaikan
kecil.
Menulis bagian dari kesadaran diri
pentingnya menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Setiap detik, menit, jam dan
hari yang berlalu tentunya harus dipertanggungjawabkan. Hasan Al-Bashri
pernah mengatakan; Setiap kali satu hari hilang, maka akan hilang pula
sebagian dirimu. Pada hakikatnya, waktu bagi manusia adalah umurnya
sendiri. Apabila waktu berlalu, maka usianya pun semakin berkurang.
Menulis bagai tabungan kebaikan. Ada impian
kelak semua yang telah ditulis menjadi sesuatu yang menjadi alasan kita
untuk bahagia. Atau bahkan di saat kita tidak lagi tinggal di dunia fana ini,
akan ada kebaikan yang tetap mengalir.
Sebagaimana orang kaya akan banyak menafkan
hartanya untuk simpanan amalnya, orang berilmu pun akan mengamalkan ilmunya.
Dan penulis akan menggerakkan penanya untuk meninggalkan jejak dan pesan
kebaikan.
mantabbbb
BalasHapusTerima kasih bu...
BalasHapus