Nglurug tanpo bolo maknanya menyerbu tanpa pasukan. Ada tiga hal yang selalu didambakan banyak orang; harta, wanita dan tahta. Sejak manusia era pertama tinggal di jagat ini, yang sering menjadi sumber konflik adalah ketiga hal tersebut. Sejarah panjang pertikaian manusia tak jauh-jauh dari rebutan harta benda, wanita dan kekuasaan.
Bagi mereka yang menguasai harta, wanita dan tahta kerap digambarkan sebagai penguasa dunia sejati. Padahal, manusia sejati tidak bergantung pada apapun selain Dia yang Mahakuasa. Ketergantungan pada harta, wanita dan pengikut yang setia justru menunjukkan dia bukan siapa-siapa.
Menang tanpo ngasorake artinya menang tanpa merendahkan. Mengalahkan tapi tetap menghargai lawan. Dia tampil menjadi pemenang tanpa harus menjadikan lawannya hina. Mengalahkan tidak harus menghancurkan lawan. Pemenang yang hakiki bukan dia yang selalu mengharap pujian, karena baginya pujian dan cacian tidak ada lagi bedanya.
Trimah mawi pasrah bermakna menerima juga pasrah. Dalam hidup ini pasti banyak yang kita harapkan. Sejak kecil kita sudah memiliki keinginan-keinginan yang diharapkan dapat tercapai atau terwujud. Tapi keterbatasan kita sebagai manusia biasa menjadikan semua serba tidak pasti. Apa yang diusahakan dengan segenap kemampuan belum tentu membawa keberhasilan. Pada titik itulah kita belajar untuk menerima dan pasrah.
Maksud dan makna yang terkandung dalam tembang “Sugih tanpo bondo” tentu hanya penciptanya (Sosrokartono) yang tahu. Kita hanya bisa menebak dan mencoba menalar arti apa yang ada di balik syairnya. Mungkin saja apa yang coba kita urai jauh dari interpretasi yang sesungguhnya. Tapi tentu ini wajar dan boleh-boleh saja. Karena ini bukanlah sebuah tafsir ayat-ayat Al-Quran yang tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Namun tembang (syair) ini akan tetap menjadi kekayaan (warisan) budaya yang memiliki keluhuran nilai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar