Sugih
tanpo bondo
Digdoyo
tanpo aji
Nglurug
tanpo bolo
Menang
tanpo ngasorake
Trimah
mawi pasrah
………….
Lirik tembang di atas mungkin sudah sering
kita dengarkan. Syair sederhana namun sarat dengan makna keluhuran budi. Sebuah
karya Sosrokartono, pelajar pertama dari bangsa Hindia di Negeri Kompeni yang
tinggal lama di eropa hingga pulang ke tanah air demi mengabdikan hidupnya
untuk sesama anak negeri.
Namanya memang kalah populer dengan adiknya (RA. Kartini),
tapi kiprah perjuangannya sebenarnya tidak jauh berbeda. Sama-sama memiliki peran
besar bagi cikal-bakal lahirnya kemerdekaan bangsa kita. Sejak pulang ke tanah
air dan menginjakkan kaki pertama di bumi pertiwi, tokoh-tokoh muda pergerakan
dan anak-anak emas pada zamannya, menjadikannya guru politik dan spiritual, salah
satunya Bung Karno.
Sugih tanpo bondo, artinya kaya tanpa harta.
Harta yang berupa material yang dimiliki hakikatnya mudah rusak. Ada kekayaan
yang lebih tinggi dari semua yang bersifat “bendawi” yakni kekayaan yang bersifat ruhani.
Ketinggian akhlaq, kasih sayang terhadap sesama dan ringan tangan dalam meringankan
kesulitan orang lain akan lebih tinggi nilainya dari bermacam harta benda.
Digdoyo tanpo aji maknanya tak terkalahkan
tanpa kesaktian. Kekuatan manusia bisa berupa memiki badan yang kuat. Atau
sering juga orang disebut kuat karena dia memiliki kekuasaan. Dengan
kekuasaannya dia bisa melakukan tindakan yang "memaksa" kepada orang lain. Tapi
menundukkan secara fisik sebenarnya hal yang biasa. Ada yang lebih tinggi dari itu,
yaitu kemampuan menundukkan hati orang lain. Tak perlu kekuatan fisik, karena
bila hati orang sudah dikuasai ia akan menurut dengan segala apa yang kita katakan.
Bersambung…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar