Tepa Selira berasal dari istilah bahasa jawa “teposeliro”, yang memiliki arti tenggang rasa. Salah satu nilai leluhur yang dipegang teguh oleh masyarakat Jawa ini mengajarkan bahwasanya di dalam hidup, seyogianya menghargai keberagaman dan perbedaan yang ada, juga peka terhadap sesama dan lingkungan sekitar.
Di dalam kebebasan kita ada hak orang lain. Kita tidak hidup di ruang yang hampa, tapi hidup berdampingan dengan banyak orang. Tentu saja dari sekian banyak orang yang berada di sekitar kita memiliki beragam watak atau karakter. Apa yang kita sukai belum tentu orang lain suka. Oleh karenanya, dalam hidup kita senatiasa menimbang dan mengukur dengan hati yang lapang.
Konflik yang kerap terjadi dalam masyarakat biasanya terjadi karena kurangnya tepa slira. Ada individu-individu dalam masyarakat yang kebiasaannya memaksakan kehendak. Mereka merasa paling benar dan tidak bisa menghargai orang lain. Atau bila mereka memiliki sebuah kelompok atau organisasi, akan memiliki kebanggaan yang berlebihan dan cenderung eksklusif.
Ada ruang dialog yang harus selalu kita buka lebar-lebar. Jangan mudah menggunakan kekerasan verbal atau fisik. Karena banyak hal yang terlihat rumit namun menjadi sederhana dan dapat diselesaikan karena dibicarakan dengan mengedepankan solusi.
Hargai orang lain bila engkau ingin dihargai. Jagalah kata-kata, karena terluka oleh perkataan sering lebih sakit daripada luka di tubuh. Bila kita punya hak, orang lain pun punya hak yang setara. Tidak ada sesuatu yang menjadikan kita lebih mulia dari orang lain, selain memiliki ketaqwaan dan ahklaq yang terpuji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar