Bersiaplah menghadapi era transportasi baru. Begitu mungkin pesan yang bisa kita terima dari event balap mobil Formula E di Jakarta. Ke depan mobil listrik akan menjadi pengganti mobil berbahan bakar minyak. Mobil listrik pastinya lebih ramah lingkungan karena tidak menghasilkan polusi.
Mobil listrik saat ini memang harganya masih terbilang tinggi. Rata-rata mobil listrik di Indonesia saat ini harganya di atas Rp 500 juta, bahkan mencapai miliaran rupiah. Namun, khabarnya mobil listrik dengan banderol murah meriah seharga Rp 90 jutaan sudah mulai masuk ke Indonesia.
Di tengah polemik “berbau” politik kontestasi pemilu 2024, akhirnya balap formula E berhasil dilaksanakan. Terlepas dari motif politik, balapan mobil listrik (Formula E) di Jakarta seolah menyampaikan pesan ke seluruh dunia bahwa masa keemasan transportasi berbahan bakar fosil sudah hampir lewat. Sumber minyak dunia semakin menipis dan pada waktunya akan benar-benar habis.
Kejuaraan Formula E pertama kali digagas pada tahun 2011 di Paris oleh presiden FIA Jean Todt Olahraga yang berkembang pesat ini menampilkan mobil balap bertenaga listrik yang mirip dengan mobil Formula Satu. Balapan berlangsung di sirkuit jalan raya yang panjangnya 1,9 hingga 3,4 km. Sejak saat itu, Formula E telah berkembang menjadi merek hiburan global dengan motorsport sebagai jantungnya. Sesuai misinya, mobil balap Formula E tidak hanya dirancang agar bisa melaju cepat.
Dilansir dari situs resmi FIA Formula E, berat minimun sebuah unit mobil Formula E mencapai 903 kilogram (kg), sudah termasuk pebalap dan baterai seberat 385 kg yang posisinya di belakang driver. Untuk akselerasinya mobil balap generasi terkini Formula E mampu mencapai top speed 280 km/jam. Dengan tenaga maksimal sebesar 250 kW atau setara 335 daya kuda, mobil tersebut mampu berakselerasi dari 0-100 km/jam dalam waktu hanya 2,8 detik. Luar biasa, sangat pantas mobil listrik menjadi kendaraan favorit masa depan.
teknologi terus berkembang... tinggal sumber daya manusianya perlu disiapkan dan dibiasaka... apalagi biaya ekonominya yang tinggi untuk teknologi terbarukan (bateri) perlu teknologi pendukung seperti stasiun pengisian baterai dan suku cadangnya... semoga bisa terealisasi bukan menjadi sebuah ilusi...
BalasHapusMantab pak pri...👍👍👍
Tepat sekali Pak Aan..
BalasHapus