Mungkin sudah
zamannya, orang mudah mencela dan suka menggunjing. Memang ini bukan sesuatu
yang baru, sejak dulu orang juga ada yang memiliki kebiasaan mencela. Tapi hari
ini mencela menjadi perilaku yang seakan sudah umum dan menggunakan sarana yang
bisa menjangkau ke tempat yang luas tiada berbatas, yakni media sosial.
Aib saudara
sendiri yang harusnya ditutup justru diumbar di ruang umum. Dan semakin banyak
yang tahu, maka semakin puas si pencela tersebut. Tidak berlebihan bila kita
menyebut orang seperti ini jiwanya tidak waras.
Orang-orang di
desa dulu biasa berkunjung ke rumah tetangga. Kemudian lazimnya berbincang-bincang
mengenai apa saja yang mereka alami. Dan sudah biasa sedikit banyak “rasan-rasan”
(ghibah) tentang tetangganya yang lain. Yang mereka lakukan memang mencela,
tapi lingkupnya hanya terbatas, tapi kini orang meng-ghibah dan diketahui oleh
jutaan yang lainnya.
Beruntung
mereka yang mampu menahan diri dari mencela. Mereka lebih sibuk menilai
kekurangan dan kesalahan sendiri disbanding meneliti kesalahan orang lain kemudian
mencelanya. Dia sadar, bila orang lain tiada sempurna maka dirinya pun jauh
dari kesempurnaan.
Sebaiknya,
orang yang mendapat hinaan atau cacian sebaiknya tidak melakukan balasan
mencela orang yang menghina dirinya itu. Karena, saat ada orang yang menghina
kita justru kita akan mendapatkan pahala. Untuk itu, kita tidak harus
bersedih apabila ada seseorang yang dengan sengaja menghina dan merendahkan
kita. Karena, sebenarnya orang tersebut sedang memberikan hadiah kepada kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar