Ada
yang berpendapat, bahwa orang-orang yang memiliki jiwa sosial tinggi yang
diwujudkan dengan sering membantu orang lain, mereka disebut memiliki kesalehan
sosial. Biasanya insting menolongnya kuat sehingga ia selalu peduli dengan
kesusahan orang. Sementara orang-orang yang hanya sibuk dengan ibadah
pribadinya seperti salat-salat sunah, puasa, zikir maupun membaca Al-Quran
disebut memiliki kesalehan pribadi.
Khoirunnas
anfa’uhum linnas. Sebaik-baik manusia
adalah yang bermanfaat bagi manusia lain. Mereka yang asyik menyendiri dengan
ibadahnya dalam ruang-ruang khusus dan menjauh dari pergaulan manusia bukanlah
hamba terbaik. Karena bisa saja ia melakukan itu karena lari dari tanggung
jawab membimbing umat.
Kesalehan
tentunya tidak bisa dipisahkan antara ibadah yang khusus dengan "ibadah
sosial". Kesalehan hamba ukurannya adalah baik hubungannya dengan Allah
dan baik pula hubungannya dengan manusia sekitarnya. Ketika ia telah mampu
menjaga hubungan baiknya dengan Allah, di sisi lain ia juga harus menjaga
hubungan baik dengan masyarakat. Tidak hanya sibuk mengurusi keselamatan diri
sendiri, sementara banyak orang membutuhkan dia.
Sementara
yang selalu berkhidmat kepada orang, seharusnya juga menjaga hubungan dengan
Tuhannya. Menolong orang adalah perintah Allah, tapi ibadah salat, puasa, mengkaji
Al-Quran juga perintah-Nya yang pantang diabaikan. Kesalehan hamba mencakup dua
hal sekaligus, hablumminallah dan hablumminannas. Tidak akan sampai pada
kesempurnaan bila hanya baik sebagian sementara buruk pada bagian lainnya.
Memang
tidak mudah menjadi sebaik-baik manusia. Ketika kita hidup di tengah
masyarakat, sudah pasti kita akan bersinggungan dengan segala permasalahan
dunia yang rumit. Mengarungi hidup di masa akhir zaman seperti sekarang ini,
teramat sulit menjaga diri dari perbuatan dosa. Namun lari dari dari kehidupan
dan menyepi dari gaduhnya masyarakat juga bukan pilihan yang terbaik. Karena
sudah pasti hidupnya tidak memberi manfaat bagi sesama.
*****
“Ojo Rumangsa Bisa, Nanging Bisa Rumangsa” (jangan merasa bisa tetapi bisa
merasa) menjadi peringatan agar kita jauh dari kesombongan dan kebohongan.
Sebuah nasihat yang mengajarkan untuk selalu rendah hati. Umumnya banyak orang
melakukan segala sesuatu hanya mengandalkan ego secara berlebihan karena merasa
diri lebih baik dari orang lain.
Merasa diri memiliki kelebihan dari orang lain cenderung akan
menganggap orang lain lebih rendah. Dan ini bila dibiarkan akan menjadi benih
kesombongan yang akan semakin membesar. Dan bila sudah membesar akan sulit
untuk dihilangkan.
Menyadari sejak awal embrio “rumangsa bisa” dalam diri akan
menghindarkan kita terjerumus dalam jurang kesombongan. Apalah yang kita
miliki, apa pula kelebihan yang bisa dibanggakan. Semua hanya ilusi dan
bayang-bayang semu belaka. Karena pada hakikatnya tidak ada kemampuan yang bisa
dibanggakan, tidak ada orang yang benar-benar hebat di muka bumi ini.
Semua yang dikatakan milik kita adalah anugerah dan
karunia-Nya. Bila kita bisa berbuat baik semata karena mendapat pertolongan
Allah, lalu mengapa harus bangga dan besar kepala. Harusnya selalu menjadi
pribadi yang “bisa rumangsa”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar